Kepiluan

Kepiluan
Perjalanan Dalam Kepiluan

Senin, 09 Januari 2012

buku-buku akreditasi

Berikut beberapa buku-buku serta peraturan-peraturan yang dapat membantu dalam penyusunan akreditasi sebuah rumah sakit. semoga bermanfaat.
No. PELAYANAN PEDOMAN PERATURAN
1. Administrasi dan Manajemen Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Depkes, 1994 Prosedur dan Teknik Penyusunan Master Budget Rumah Sakit (1996)
Petunjuk Tehnis Tata Cara Pengelolaan Keuangan RS Instansi Pengguna PNBP, Depkes, 1998
Pedoman Akuntansi RS, Depkes, 2003
Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (2001)
Pedoman Operasional dan Pemeliharaan Peralatan Kesehatan, Depkes, 2001
Program (dr. Luwiharsih)
Pedoman penyusunan SOP untuk RS (dr. Nico A. Lumenta)
Indikator Kinerja Rumah Sakit, Depkes, 2005
Pedoman Etika Promosi Rumah Sakit, Persi, 2006
Standar Kamar Jenazah, Depkes, 2004
Pokok-pokok Pedoman Arsitektur Medik Rumah Sakit Umum, Depkes, 1998
Himpunan Peraturan yang berkaitan dengan akreditasi, Persi – KARS, 1998 UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran
Kepmenkes 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal RS (Hospital Bylaws)
Permenkes 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan
Kepmenkes 1426/Menkes/SK/XII/2006 tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
SE Dirjen Yanmed YM.02.04.3.5.2504 tahun 1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
2. Pelayanan Medik Kode Etik Kedokteran Indonesia Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), Depkes 2006
Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP), KKP-RS, 2007
Standar Pelayanan Rumah Sakit, Depkes, 1999
Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, WHO-Depkes, 2001
Indikator Kinerja Rumah Sakit, Depkes, 2005
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik Di Indonesia, KKI, 2006
Manual Komunikasi Efektif Dokter-Pasien, KKI, 2006
Permenkes 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik Keputusan Dirjen Yanmed HK.00.06.3.5.1866 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Informed Concent), 1999
Keputusan Dirjen Bina Yanmed HK.00.06.1.4.5390 tentang Pedoman Advokasi dan Bantuan Hukum Dalam Penanganan Kasus Pelayanan Medis di Rumah Sakit, 2005
Kepmenkes 496/Menkes/SK/X/2004 tentang Pedoman Audit Medis di RS
Kepmenkes 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis di Rumah Sakit
SE Dirjen Yanmed YM.02.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit
3. Pelayanan Gawat Darurat Pedoman Pelayanan Gawat Darurat, Depkes, 1995 Pedoman Kesiapsiagaan dan Kewaspadaan Rumah Sakit Pada Penanggulangan Musibah Masal/Bencana, Depkes, 1998
Penatalaksanaan Korban Bencana Massal, Depkes, 2002
Pedoman Kerja Perawat Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit, Depkes, 1999
Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Di RS, Depkes, 2005
Materi Teknis Medis Khusus, Depkes, 2005
Materi Teknis Medis Standar (ABCDE), Depkes, 2005
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu, Depkes 2006
Pedoman Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati Pada Bencana Massal, Depkes-Polri, 2004
Pedoman Penatalaksanaan Keracunan Untuk RS, Depkes-WHO, 2001
Kepmenkes 1279/Menkes/SK/XI/2001 tentang  Penilaian Risiko Bencana di Provinsi dan Kabupaten/Kota
4. Pelayanan Keperawatan Standar Asuhan Keperawatan, Depkes, 1997 Pedoman Uraian Tugas Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit, Depkes, 1999
Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit, Depkes, 2001
Standar Manajemen Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan di Sarana Kesehatan, Depkes, 2001
Standar Peralatan Keperawatan dan Kebidanan  di Sarana Kesehatan, Depkes, 2001
Standar Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit, Depkes, 2002
Standar Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit, Depkes, 2005
Dasar-dasar Asuhan Kebidanan, Depkes, 2005
Pedoman Perancangan Ruang Rawat Inap Rumah Sakit, Depkes, 2005
Pedoman Penanggulangan KLB – DBD Bagi Keperawatan di RS Dan Puskesmas, Depkes, 2006

5. Pelayanan Rekam Medik Pedoman Pengelolaan Rekam Medis di Rumah Sakit, Depkes, 1997 Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data RS, Depkes, 2005
Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan, PORMIKI, 2008
Permenkes 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis Kep Dirjen Yanmed 78/1991 tentang Penyelenggaraan Rekam Medis di RS
SE Dirjen Yanmed HK.00.06.1.5.01160 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Formulir Rekam Medis Dasar dan Pemusnahan Arsip Rekam Medis di Rumah Sakit, 1995
6. Pelayanan Farmasi Pedoman Pengelolaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Depkes, 1990 Pedoman Kerja untuk Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit, Depkes, 1998
Pedoman Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, ISFI, 2001
Kepmenkes 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang Penggunaan Gas Medis Pada Sarana Pelayanan Kesehatan Kepmenkes 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
7. Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja di Rumah Sakit, Depkes, 1996 Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Depkes, 2000
Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan, Depkes, 2003
Pedoman penatalaksanaan pengelolaan limbah padat dan limbah cair di rumah sakit, Depkes, 2006
UU No. 1 Th 1970 tentang Keselamatan Kerja Kepmenkes 875/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Kepmenkes 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
Kepmenkes 1217/Menkes?SK/XI/2001 tentang Pedoman Pengamanan Dampak Radiasi
Kepmenkes 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawas Kualitas Air Minum
Kepmenkes 1335/Menkes/SK/X/2002 tentang Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit
Kepmenkes 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang Penggunaan Gas Medis Pada Sarana Pelayanan Kesehatan
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Kepmenkes 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit
8. Pelayanan Radiologi Pelayanan Radiologi Rumah Sakit Umum Klas B Pendidikan, Depkes, 1999
9. Pelayanan Laboratorium Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis, Depkes, 1997 Pedoman Pengelolaan Laboratorium Klinik Rumah Sakit, Depkes, 1998
Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar, Depkes, 2004
Kepmenkes 943/Menkes/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium Kesehatan
10. Pelayanan Kamar Operasi Standar Umum Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit, Depkes, 1999 Pedoman Kerja Perawat Kamar Operasi, Depkes, 2003
Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi Rumah Sakit Kelas B, Depkes, 2004
Standard, Pedoman dan Pernyataan, Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia (IDSAI) Jaya, 2003

11. Pelayanan Pengendalian Infeksi Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Rumah Sakit, Depkes, 1993 Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit, Depkes, 2001
Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit, Depkes, 2002
Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas, 2004
Pedoman Manajemen Linen di Rumah Sakit, Depkes, 2004
Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan, Depkes, 2003
Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas Kesehatan Lainnya, Depkes, 2007
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas Kesehatan Lainnya, Depkes – Perdalin – JHPIEGO, 2007

12. Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi Pedoman Pelayanan Rawat Gabung di Rumah Sakit, Depkes, 1991 Pedoman Pelayanan Perinatal Pada Rumah Sakit Umum Kelas C dan D, Depkes, 1991
Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit, IDAI – Depkes, 2004
Pedoman Pelayanan Maternal Perinatal Pada Rumah Sakit Umum Kelas B (non pendidikan), C dan D, Depkes, 2006

13. Pelayanan Rehabilitasi Medik Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di RS Kelas A, B, dan C, Depkes, 1997 Standar Operasional Prosedur Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit, Depkes, 2002
Indikator Klinik Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit, Depkes, 2002

14. Pelayanan Gizi Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Depkes 2003
15. Pelayanan Intensif Standar Umum Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit, Depkes, 1999 Standar Pelayanan ICU, Depkes, 2003
Standar Pelayanan  ICCU di Rumah Sakit, Depkes, 2003h
Pedoman Pencegahan dan Penananggulangan Infeksi di ICU, Depkes, 2004
Standar Pelayanan Keperawatan Di ICU, Depkes, 2006

16. Pelayanan Darah Standar Penggunaan Darah, Depkes, 1996 Buku Pedoman Pelayanan Transfusi Darah, Modul 1 – 4, Depkes, 2003
Transfusi Komponen Darah, HTA, Depkes, 2003


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah KDM dengan judul ”Menolong Pasien BAB diatas tempat tidur,Huknah Rendah dan Huknah Tinggi,Kolostomi”,dapat selesai tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini,penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan makalah ini, antara lain kepada:
  1. Drs. H. Soekardjo,Amd. Kep.MM,selaku direktur Stikes Banyuwangi
  2. Sugeng, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan , revisi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi kemajuan penulis untuk kedepannya. Karena seperti pepatah mengatakan ”Tiada gading yang tak retak”. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Banyuwangi,         Juni 2009
Penulis

DAFTAR   ISI
Halaman Judul ……………………………………………………………………………………………. i
Cover dalam………………………………………………………………………………………………… ii
Kata pengantar…………………………………………………………………………………………….. iii
Daftar isi…………………………………………………………………………………………………….. iv
BAB I  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah………………………………………………………………. 1
1.2  Rumusan Masalah……………………………………………………………………….. 1
1.3  Tujuan Penulisan…………………………………………………………………………. 1
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.   Eliminasi Alvi………………………………………………………………………….. 2
2.1.1   Sistem yang berperan dalam eliminasi alvi………………………….. 2
2.1.2   Proses eliminasi alvi…………………………………………………………. 3
2.1.3   Masalah eliminasi alvi………………………………………………………. 3
2.1.4   Faktor-faktor yang mempengaruhi proses defikasi……………….. 5
2.1.5   Meningkatkan kebiasaan defikasi secara rutin……………………… 7
2.1.6   Tindakan mengatasi masalah eliminasi alvi………………………….. 8
2.2      Huknah…………………………………………………………………………………. 11
2.2.1   Konsep dasar Enema…………………………………………………….. 11
2.2.2   Indikasi……………………………………………………………………….. 11
2.2.3   Macam dan tujuan Enema atau Huknah…………………………… 12
2.2.4   Kontra indikasi…………………………………………………………….. 13
2.2.5   Dampak pemberian Huknah…………………………………………… 13
2.2.6   Prosedur pelaksanaan…………………………………………………….. 15
2.2.7   Hal-hal yang perlu diperhatikan………………………………………. 23
2.3      Kolostomi ………………………………………………………………………………
2.3.1   Diversi usus…………………………………………………………………..
2.3.2   Perawatan stoma rutin (kolostomi)…………………………………..
2.3.3   Perawatan pasien ileostomi……………………………………………..
BAB  III   PENUTUP
3.1        Kesimpulan……………………………………………………………………………….
3.2        Saran………………………………………………………………………………………..
BAB  I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Eliminasi produk pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya, karena fungsi usus bergantung pada keseimbangan beberapa faktor pola dan kebiasaan eliminasi berfariasi diantara individu namun telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kangker kolesterol (Robinson dan Weigley,1989.
Untuk menangani masalah eliminasi perawat harus memahami eliminasi normal dan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi. Asuhan kaperawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa ketidak nyamanan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dampak yang dapat terjadi akibat dari gangguan sistem gastrointestinal sangatlah beragam mulai dari konstipasi,diare,inkontinensia usus, dan hemoroid fecal infektion. Disini kita akan membahas cara penanganan dan penatalaksanaan gangguan sistem gasto intestinal. Serta penatalaksanaan pertolongan BAB diatas tempat tidur,Huknah dan perawatan Kolostomy
1.3 TUJUAN PENULISAN
  1. Tujuan umum
Memberikan gambaran tentang tindakan enema , BAB, dan kolostomy sesuai dengan tujuan dan tata prosedur pelaksanaan.
  1. Tujuan khusus
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan BAB, enema, dan kolostomy sesuai dengan prosedur pelaksanaan.

BAB   II
PEMBAHASAN
2.1       Eliminasi Alvi ( BAB )
2.1.1 Sistem yang berperan dalam eliminasi Alvi (BAB)
Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atasduodenum,jejenum,dan ilem dengan panjang kurang lebih 6 m dengan diameter 2,5 cm. Serta berfungsi absorbsi elektrolit Na+,CL,K+,mg,HCO3 dan kalsium.usus besar di mulai dari rektum,kolon hingga anus yang memiliki panjang kurang lebih 1,5m atau 50-60 incidengan diameter 6 cm.
Pada batas di antara usus besar dan ujung usus halus terdapat katup ilcocaccal.katup ini biasanya mencegah zat yang masuk ke usus besar sebelum waktunya.dan mencegah produk buangan untuk kembali ke usus halus.produk buangan yang memasuki usus besar isinya berupa cairan.setip hari saluran anus menyerap sekitar 800-1000 ml cairan.penyerapan inilah yang menyebabkan feses mempunyai bentuk dan setengah padat,feses ini lunak dan cair.kalau feses terlalu lama dalam usus besar,maka terlalu banyak air yang di serap sehingga feses menjadi kering dan keras.
Kolon sigmoid mengandung feses yang yang sudah siap di buang dan di teruskan kedalam rektum.dalam rektum terdapat 3 lapisan jaringan tranversal segitiga lapisan tersebut merupakan rektum menahan feses untuk sementara dan setiap lipatan lapisan tersebut mempunyai arteri dan vena.
Makanan yang di terima oleh usus halus dan lambung dalam bentuk setengah padat atau dikenal dengan nama chyme,baik berupa air,nutien,maupun elektrolit kemudian akan diabsorsi.usus mensekresi mukus,kalium,bikarbonat dan enzim.secara umum,kolon sebagai tempat absorbsi,proteksi,sekresi,dan eliminasi.proses perjalanan makanan dari mulut hingga sampai rektum membutuhkan waktu selama 12 jam.proses perjalanan makanan khusus pada daerah kolon  memiki beberapa gerakan diantaranya haustral suffing atau dikenal sebagai garakan mencampur zat makanandalam bentuk padat untuk mengabsorpsi air kemudian diikutidengan kontraksi haustral atau gerakan mendorong zat makanan atau air pada daerah kolon dan terakhir terjadi gerakan peristaltik yaitu gerakan maju ke anus.
2.1.2 Proses Buang Air Besar (DEFEKASI)
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi yang terletak dimedula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis , sfingter anus bagian dalam akan mengendor dan usus besar menguncup. Reflek defekesi dirangsang untuk buang air besar,kemudian sfingter anus bagian luar yang diawali oleh syaraf parasimpatis setiap waktu menguncup atau mengendor selama defekasi berbagai otot lain membantu proses itu seperti otot dinding perut,diafragma dan otot-otot dasar pelvis.
Secara umum,terdapat 2 macam reflek yang membantu proses defekasi yaitu,pertama,reflekdefekasi interinsik yang mulai dari zat sisa makanan (feses) dalam rektum sehingga terjadi distensi.kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik,dan akhirnya feses sampai di anus.lalu pada saat sfingter interna relaksasi,maka terjadilah proses defekasi.kedua, reflek defekasi parasimpatis.adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf rektum.ke spinal cord. Dan merangsang ke kolon desenden,kemudian ke sigmoid ,lalu ke rektum dengangerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sfingter interna,maka terjadilah proses defekasi saat sfingter interna berelaksasi.
2.1.3 Gangguan masalah Eliminasi Alvi
1.Konstipasi
Merupakan keadan individu yang mengalami atau resiko tinggi stasis untuk besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras;keluarnya tinja terlalu kering dan keras.
A.Tanda klinis
a. Adanya feses yang keras
b. Defekasi yang kurang dari 3 kali seminggu
c. Menurunnya bising usus
d. Adanya keluhan dari rektum
e.  Nyeri saat mengejan dan defikasi
f.  Adanya perasaan masih da sisa feses
B. kemungkinan penyebab
a.   Defekpersarafan: kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera           serebrospinalis, CVA, dll.
b. Pola defekasi yang tidak teratur
c. Nyeri saat defekasi karena hemeroid
d. Menurunnya peristaltik karena stres psikologis
e. Mengguna obat seperti antasida
f. Proses menua
2. Diare
Merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dengan bentuk cair. Diare di sertai kejang usus,mungkin ada rasa mual dan muntah.
A.  Tanda klinis
a. adanya pengeluaran feses cair
b. frekuensi lebih dari 3 kali
c. nyeri/kram abdomen
d. bising usus meningkat
B.  Kemungkinan penyebab
a. mengabsorbsi atau inflamansi proses infeksi
b. peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme
c. efek tindakan pembedahan usus
d. efek penggunaan obat
e. stres psikologis
3. Inkontinensia Usus
Merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal mengalami proses pengeluaran feses tidak di sadari;yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter sehingga mengakibatkan kerusakan pada sfingter.
A. Tanda klinis
Penguaran feses yang tidak di kehendaki
B. Kemungkinan penyebab
a. gangguan sfingter rektal akibat cedera anus,pembedahan,dll
b. disfensi rektum berlebihan
c. kurangnya kontrol sfingter akibat cedera medula spinalis,dll
d. kerusakan kognitif
4. Kembung
Merupakan penuh udara dalam perut karena pengumpulan secara berlebihan dalam lambung atau usus.
5.Hemorroid
Merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan daerah anus yang dapat di sebabkan karena kontipasiperenggangan saat defekasi.
6.Fekal Impaction
Merupakan masa feses keras di lipatan rektum yang di akibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan.penyebab kontipasi asupan kurang,aktivitas kurang,diet rendah serat,kelemahan tonnus otot.
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses DEFEKASI
1. Usia
Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.pada bayi belum memiliki kemampuan mengotrol secara penuh dalam buang air besar,sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengotrol secara penuh,kemudian pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan.
2. Diet
Diet atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang di konsumsi pun dapat mempengaruhinya.
3. Asupan Cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh karenaproses absorbsi yang kurang sehingga dapat mempengaruhi kesulitan proses defekasi.
4. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot,abdomen,pelvis dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi,sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan untuk kelancaran proses defekasi.
5. Pengobatan
Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi seperti penggunaan obat-obatan laksatif atau antasida yang terlalu kering.
6. Gaya hidup
Gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi.halini dapat dilihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet.maka ketika seseorang tersebut buang air besardi tempat yang terbuka atau tempat yang kotor maka ia akan mengalami kesulilan dalam proses defekasi.
7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi.biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
8. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengarihi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi seperti nyeri pada kasus hemoroid dan episiotomi.
9. Kerusakan motorik dan sensorik
Kerusakan pada sistem sensoris dan metoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi.hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang belakang ataukerusakan saraf lainnya.
No Keadaan Normal Abnormal Penyebab
1. Warna Bayi : Kuning Putih, hitam / tar, atau merah Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran cerna bagian bawah.


Dewasa : coklat Pucat berlemak Malabsorpsi lemak.
2. Bau Khas fases dan dipengaruhi oleh makanan Amis dan perubahan bau Darah dan ifeksi.
3. Konsistensi Lunak dan berbentuk. Cair Diare dan absorpsi kurang.
4. Bentuk Sesuai diameter rectum Kecil, bentuknya seperti pensil. Obstruksi dan peristaltik yang cepat.
5. Konstituen Makanan yang tidak dicerna, bakteri yang mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus, air. Darah, pus, benda asing, mukus, atau cacing. Internal bleeding, infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi.
2.1.5 Meningkatkan kebiasaan defekasi secara rutin
Salah satu kebiasaan paling penting yang dapat perawat ajarkan tentang kebiasaan defekasi ialah menetapkan waktu untuk melakukan defekasi untuk memiliki kebiasaan defekasi yang teratur,seorang klien harus mengetahui kapan keinginan untuk defekasi muncul secara normal. Perawat menganjurkan klien untuk mulai menerapkan waktu defekasi yang paling memungkinkan dalam sehari yang akan dijadikan sebagai rutinitas, biasanya satu jam setelah makan, apabila klien harus menjalani tirah garing atau membutuhkan bantuan dalam berjalan perawat harus menawarkan sebuah pispot atau membantu klien mencapai kamar mandi.
Meningkatkan defekasi normal
Untuk membantu klien berdefekasi secara normal dan tanpa rasa tidak nyaman,sejumlah intervensi dapat menstimulasi refleks defekasi mempengaruhi karakter feses atau meningkatkan peristaltik.
Posisi jongkok, perawat mungkin perlu membantu klien yang memiliki kesulitan untuk mengambil posisi jongkok akibat kelemahan otot atau masalah-masalah mobilitas. Toilet umum biasanya terlalu rendah untuk mengambil posisi jongkok akibat menderita penyakit sendi atau penyakit yang menyebabkan kehilangan masa otot. Klien dapat membeli tempat duduk toilet yang dapat ditinggikan untuk digunakan di rumah. Dengan tempat duduk seperti ini,klien tidak perlu melakukan banyak upaya untuk berdiri atau duduk.
Mengatur posisi di atas pispot,klien yang menjalani tirah baring harus menggunakan pispot untuk defekasi. Wanita menggunakan pispot sebagai tempat untuk mengeluarkan urine dan feses,sementara pria menggunakan pispot dapat sangat tidak nyaman. Perawat harus membantu klien mengambil posisi yang nyaman.
Saat mengatur posisi klien penting mencegah agar otot tidak tegang sehingga tidak menimbulkan rasa tidak nyaman. Klien tidak pernah boleh dibiarkan duduk diatas pispot dan membiarkan tempat tidurnya dalam posisi datar, kecuali jika restriksi aktivitas membuat tempat tidurnya harus dalam posisi datar, apabila tempat tidur datar panggul akan berada dalam posisi hiperekstensi. Saat membantu klien keatas pispot , mungkin tempat tidur memang harus datar. Setelah klien berada diatas pispot, perawat meninggikan kepala tempat tidur dengan sudut 30 derajat. Meninggikan klien dengan dengan sudut 90 derajat akan membuat sulit pengaturan posisi. Dalam posisi duduk, klien harus mengangkat tubuhnya dengan menggunakan kekuatan lengannya sementara perawat meletakkan pispot. Kebanyakan klien terlalu lemah untuk melakukan hal tersebut. Klien yang baru menjalani bedah abdomen,takut kalau jahitannya terkoyak akibat regangan yang mereka lakukan. Terlebih lagi, perawat membuat klien beresiko mengalami cidera dengan berupaya mengangkat klien keatas pispot.
2.1.6 Tindakan mengatasi masalah eliminasi alvi(BAB)
  1. Menyiapkan fases untuk bahan pemerikasaan
Menyiapkan fases untuk bahan pemeriksaan merupakan cara yang dilakukan untuk mengambil fases untuk bahan pmerikasaan, yaitu pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan kultur (pembiakan)
-          Pemeriksaan fases lengkap merupakan pemeriksaan fases yang terdiri atas pemeriksaan warna, bau, konstostensi, lendir, darah, dll.
-          Pemeriksaan fases kultur merupakan pemerikasaan fases melalui biakan dengan cara toucher.
Alat :
  1. Tempat penampung atau botol penampung beserta penutup.
  2. Etiket khusus.
  3. Dua batang lidi kapas sebagai alat untuk mengambil fases.
Prosedur kerja.
  1. Cuci tangan.
  2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
  3. Anjurkan untuk buang air besar lalu ambil fases melalui lidi kapas yang telah dikeluarkan. Setelah selesai anjurkan untuk membersihkan daerah anus.
  4. Asupan bahan pemeriksaan ke dalam botol yang telah disediakan.
  5. Catat nama pasien dan tanggal pengambilan bahan pemeriksaan.
  6. Cuci tangan.
  1. Menolong buang air besar dengan mennggunakan pispot.
Menolong membuang air besar dengan menggunakan pispot merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada pasien yang tidak mampu buang air besar secara sendiri dikamar kecil dengan cara menggunakan pispot (penampung) untuk buang air besar ditempat tidur, dengna tujuan memenuhi kebutuhan eliminasi alvi (BAB).
Alat dan bahan :
  1. Alas / perlak
  2. Pispot
  3. Air bersih
  4. Tisu
  5. Handuk
  6. Sampiran apabila tempat pasien di bangsal umum
  7. Sarung tangan
  8. Sabun
Prosedur kerja :
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan prosedur
  3. Pasang sampiran
  4. Gunakan sarung tangan
  5. Pasang pengalas dibawah glutea
  6. Tempatkan piapot tepat dibawah glutea, tanyakan pada klien apakah sudah nyaman atau belu, kalau belum atur sesuai dengan kebutuhan.
  7. Letakkan sebuah gulungan handuk dibawah kurva lumbat punggung klien untuk menambah rasa nyaman.
  8. Anjurkan pasien untuk buang air besar pada pispot yang sudah disediakan.
  9. Setelah selesai siram dengan air hingga bersih dan keringkan dengan tisu.
10.  Catat tanggal dan jam defekasi serta karakteristiknya.
11.  Cuci tangan.
Prosedur pelaksanaan
  1. Bawa peralatan kedekat pasien.
  2. Jelaskan tujuan dan prosedur.
  3. Tutup jendela dan pasang sampiran.
  4. Pasang pengalas dibawah glutea
  5. Pasang selimut mandi.
  6. Cuci tangan
  7. Pakai sarung tangan
  8. Posisikan pasien dorsal rekamben
  9. Tempatkan pispot yang sudah diberi air dibawah glutea, tanyakan pada pasien apakah sudah nyaman atau belum,kalau belum atur sesuai dengan kenyamanan pasien
10.  Letakkan sebuah gulungan handuk dibawah kurva lumbal punggung pasien untuk menambah rasa nyaman.
11.  Anjurkan pasien untuk buang air besar pada pispot yang sudah disediakan
12.  Pastikan bahwa seprei dan stik laken tidak terkena.
13.  Tinngalkan pasien dan anjurkan untuk membunyikan bel jika sudah selesai atau memberi tahu perawat.
14.  Jika sudah selesai, tarik pispot dan letakkan lengkap dengan tutupnya diatas meja dorong/trolly
15.  Bersihkan dengan tisu dan menggunakan sabun,lalu bersihkan dengan air bersih.
16.  Keringkan dengan tisu
17.  Bereskan alat dan rapikan pasien
18.  Dokumentasi.
HUKNAH
  1. 1. Konsep Dasar Enema
Secara umum Enema atau huknah adalah tindakan yang digunakan untuk memasukkan suatu larutan atau cairan kedalam rectum dan colon sigmoid. Enema atau huknah diberikan tujuannya adalah untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltik dan juga sebagai alat transportasi obat-obatan yang menimbulkan efek lokal pada mukosa rectum. (Perry,Potter.2005:1768).
  1. 2. Macam dan Tujuan Enema atau huknah
Enema dapat diklasifikasikan kedalam 4 golongan menurut cara kerjanya diantaranya : cleansing (membersihkan), carminative (untuk mengobati flatulence), retensi (menahan), dan mengembalikan aliran.
  1. a. Cleansing Enema
Clensing Enema merangsang peristaltik dengan mengiritasi kolon dan rektum dan atau dengan meregangkan intestinal dengan memasuki volume cairan. Ada 2 cleansing enema yaitu :
  1. Huknah rendah
Low enema (huknah rendah) diberikan hanya untuk membersihkan rektum dan kolon sigmoid. Sekitar 500ml larutan diberikan pada orang dewasa, klien dipertahankan pada posisi sims / miring kekiri selama pemberian. Tujuan huknah rendah diberikan adalah :
  1. Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi, colonoscopy
  2. Merangsang peristaltik usus
  3. Tindakan pengobatan / pemeriksaan diagnostik
  1. Huknah tinggi
High enema (huknah tinggi) diberikan untuk membersihkan kolon sebanyak mungkin, sering diberikan sekitar 750-1000ml larutan untuk orang dewasa, dan posisi klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi dorsal cecumbent dan kemudian ke posisi lateral kanan selama pemberian ini cairan dapat turun ke usus besar. Cairan diberikan pada tekanan yang tinggi daripada low enema. Oleh karena itu, wadah dari larutan digantung lebih tinggi. Cleansing enema paling efektif jika diberikan dalam waktu 5-10 menit. Tujuan huknah tinggi diberikan untuk :
  1. Membantu mengeluarkan fases akibat konstipasi atau impaksi fekal
  2. Membantu defaksi yang normal sebagai bagian dari program latihan defakasi (bowel training program)
  3. Tindakan pengobatan / pemeriksaan diagnostik.
  4. b. Huknah Gliserin
Memasukkan cairan melalui anus ke dalam kolon sigmoid dengan menggunakan spuit gliserin bertujuan untuk melunakkan fases dan merangsang buang air besar serta sebagai tindakan pengobatan.
  1. c. Retention Enema
Retention enema, dimasukkan oil (pelumas) kedalam rektum dan kolon sigmoid, pelumas tersebut tertahan untuk waktu yang lama (1-3 jam). Ia bekerja untuk melumasi rektum dan kanal anal, yang akhirnya memudahkan jalannya fases.
  1. d. Carninative Enema
Carminative enema terutama diberikan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan kedalam rektum untuk mengeluarkan gas dimana ia meregangkan peritaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180ml. Contoh enema carminative ialah larutan GMW,yang mengandung 30ml magnesium, 60ml gliserin, dan 90ml air.
  1. e. Enema bilas Harris
Enema Bilas Harris  ( Enema arus balik ),kadang kadang mengarah pada pembilasan kolon, digunakan untuk mengeluarkan flatus. Ini adalah pemasukan cairan yang berulang ke dalam rektur dan pengaliran cairan dari rektum. Pertama-tama larutan ( 100-200ml untuk orang dewasa ) dimasukkan ke rektum dan kolon sigmoid klien, kemudian wadah larutan direndahkan sehingga cairan turun kembali keluar melalui rectal tube ke dalam  wadah. Pertukaran aliran cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-6 kali,sampai ( perut ) kembung hilang dan rasa tidak nyaman berkurang atau hilang. Banyak macam larutan yang digunakan untuk enema. Larutan khusus mungkin diminta oleh dokter.
  1. 3. Indikasi
    1. Konstipasi
-          Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur.
-          Penggunaan laxative yang berlebihan.
-          Peningkatan stress psikologis
  1. Impaksi fases
-          Kebiasaan buang air besar yang teratur
-          Konstipasi
  1. Persiapan pre operasi
  2. Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan radiologi.
  3. Pasien dengan melana.
  4. 4. Kontra Indikasi
    1. Pasien dengan diverticulis,ulcerative colitis,crhon’s disease.
    2. Post operasi
    3. Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, hemoroid, tumor rectum dan kolon.
  1. 5. Dampak Pemberian Huknah
    1. Dampak positif
-          membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan operasi seperti sigmoidoscopy atau colonoscopy.
-          Sebagai jalan alternatif pemberian obat.
-          Menghilangkan distensi usus.
-          Memudahkan proses defakasi.
-          Meningkatkan mekanika tubuh.
  1. Dampak negatif
-          Jika menggunakan larutan terlalu hangat akan membakar mukosa usus dan jika larutan terlalu dingin yang diberikan akan menyebabkan kram abdomen.
-          Jika klien memiliki kontrol sfingter yang buruk tidak akan mampu menahan larutan enema (perry,peterson,potter.2005).
Beberapa perbedaan dalam tindakan cleansing enema :
No Perbedaan Huknah rendah Huknah tinggi
1. 2.
3.
4.
5.
6.
- Tindakan - Tujuan
- Kanul enema
- Posisi
- Jumlah cairan hangat yang diberikan untuk dewasa
- Tinggi irigator
- Tindakan   memasukkan cairan hangat dari rectum kedalam kolon desenden -          Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi, colonoscopy
-          Kanula Recti
-          Posisi sims miring kekiri
-          500 ml
-          ± 30 cm dari tempat tidur
-          Tindakan memasukkan cairan hangat dari rectum dimasukkan kedalam kolon asenden. -          Membantu mengeluarkan fases akibat konstipasi atau impaksi fekal
-          Kanula usus
-          Posisi sim’s miring ke kanan
-          750-1000ml
-          ± 30-45 cm dari tempat tidur
Jumlah larutan yang diberikan tergantung pada jenis enema, berdasar usia dan jumlahh cairan yang bisa disimpan :
No Usia Jumlah Larutan
1. 2.
3.
4.
5
Bayi Toddler atau preschool
Anak usia sekolah
Remaja
Deawasa
150 – 250 ml 250 – 350 ml
300 – 250 ml
500 – 750 ml
750 – 1000 ml

PELAKSANAAN
  1. 1. Pengertian
Tindakan yang digunakan untuk memasukkan suatu larutan atau cairan ke dalam rectum dan colon sigmoid.
  1. 2. Persiapan alat
    1. Pemberian melalui slang rectal dengan wadah enema pada enema rendah dan enema tinggi.
1. Wadah enema (huknah)
2. Volume larutan hangat
- Dewasa : 700-1000ml, dengan suhu 40,5-43ºC
- Anak – anak
Bayi : 150-250ml
Usia bermain (toddler): 250-350ml
Usia sekolah : 300-500ml
Remaja : 500-700
Cat : Suhu cairan yang digunakan untuk anak-anak adlah 37,7ºC,sedang untuk dewasa dihangatkan 40,5-43ºC
- Slang rectal dengann ujung bulat.
Dewasa : No.22-30 G French(fr)
Anak – anak : No.12-18  fr
3.   Slang menghubungkan slang rectal ke wadah (slang irrigator)
4.   Klem pengatur pada slang
5.   Termometer air untuk mengukur suhu larutan
6.   Pelumas lautan dalam air
7.   Perlak pengalas
8.   Selimut mandi
9.   Kertas toilet
10. Pispot
11. Baskom, waslap dan handuk, serta sabun
12. Sarung tangan sekali pakai
13. Tiang intravena
14. Cucing
15. Disinfektan
  1. Persiapan alat pada enema bilas harris (enema arus balik)
    1. Wadah enema
    2. Slang enema dan klem
    3. Pelumas
    4. Tutup Troli
    5. Perlak
    6. Tisu toilet
    7. Larutan : 500ml ledeng dengan suhu 105C
    8. Sarung tangan sekali pakai
(perry, Peterson,potter.2005)
  1. 3. Persiapan pasien
    1. Mengucapkan salam terapiutik
    2. Memperkenalkan diri
    3. Menjelaskan pad aklien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan
    4. Membuat kontak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
    5. Selama komunikansi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam
    6. Klien atau keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klasifikasi
    7. Memperlihatkan kesabaran, punuh empati, sopan, dan perhatian serat respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
    8. Pasien disiapkan dlam posisi yang sesuai
    9. 4. Persiapan lingkungan
      1. Ruangan terutup
      2. Pastikan semua jendela atau pintu dakam keadaan tertutup agar privasi terjaga.
      3. Pasang sekat atau sampiran
      4. Gunakan selimut untuk melindungi daerah privasi pasien
      5. 5. Prosedur pelaksanaan
        1. a. Penatalaksanaan cleansing enema yang terdiri dari low enema (huknah rendah) dan high enema (huknah tinggi), diantaranya :
          1. Jelaskan prosedur kepada klien.
Mengurangi ansietas klien dan meningkatkan kerja sama prosedur.
  1. Tutup ruangan / tirai.
Memberikan privasi pada klien.
  1. Bantu klien untuk pada posisi miring ke kiri (lateral kiri) untuk huknah rendah dan miring ke kanan untuk huknah tinggi dengan lutut kanan fleksi.
  2. b. Persiapan alat untuk huknah gliserin
    1. Selimut mandi atau kain penutup
    2. Perlak atau pengalas
    3. Spuit gliserin
    4. Bengkok
    5. Gliserin dalam tempatnya yang direndam air panas
    6. Mangkok kecil
    7. Pispot
    8. Sampiran
    9. Tisu
10.  Waslap 2 buah
11.  Baskom 2 buah
12.  Handuk serta sabun
  1. c. Pemeberian melalui kemasan sekali pakai ( enema retensi minyak )
    1. Batang dengan ujung slang rectal
    2. Sarung tangan sekali pakai
    3. Pelumas larut dalam air
    4. Perlak pengalas
    5. Selimut mandi
    6. Kertas Toilet
    7. Pispot
    8. Baskom
    9. Waslap dan handuk, serta sabun
(Kusyati,eni.2006)
Biasanya ditempatkan pada posisi rekumben dorsal. Posisikan klien dengan sedikit control sfingter pada pispot.
Memungkinkan larutan enema mengalir kebawah dengan bantuan gravitasi sepanjang lengkung natural kolon sigmoid rectum, sehingga memperbaiki retensi larutan (klien dengan control sfingter buruk tidak akan mampu menahan larutan enema).
  1. Letakkan perlak pengalas dibawah pantat klien
Agar linen tempat tidur tidak basah
  1. Selimut butuh dan ekstrimitas bawah klien dengan selimut mandi, biarkan hanya anal yang kelihatan.
Mencegah pemajanan bagian tubuh yang tidak perlu dan mengurangi rasa malu klien.
  1. Susun wadah enema, hubungkan slang, klem, dan selang rectal.
Slang rectal harus cukup kecil untuk diameter anus klien, tetapi cukup besar untuk mencegah kebocoran disekitar slang.
  1. Tutup klem pengatur
Mencegah kehilangan larutan awal saat ditambah ke wadah
  1. Tambahkan larutan hangat kedalam wadah. Hangatkan air seperti layaknya mengalir  dari kran. Letakkan wadah salin normal dalam baskom kedalam baskom air panas sebelum menuangkan salin normal dalam baskom kedalam wadah enema. Periksa suhu larutan dengan thermometer air atau dengan meneteskan sedikit larutan diatas pergelangan tangan sebelah dalam.
Air panas dapat membakar mukosa usus sedangkan air dingin dapat menyebabkan karam abdomen dan sulit menahan air.
  1. Bilas wadah, isis dengan larutan, lepaskan klem, dan biarkan larutan keluar sampai tak ada udara. Tempatkan dekat dengan unit tempat tidur untuk memenuhi slang. Klem kembali slang.
Membuang udara dari dalam slang dan mencegah kehilangan cairan.
10.  Letakkan pispot dekat dengan tempat tidur.
Agar mudah untuk diambil bila klien tidak mampu menahan enema.
11.  Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
Mengurangi transmisi mikro organisme
12.  Beri pelumas 3-4 cm pada ujung slang rectal dengan pelumas jeli.
Memungkinkan insersi halus slang tanpa resiko iritasi atau trauma pada mukosa rectal
13.  Alirkan sebagian kecil cairan keluar, sepanjang slang rectal untuk mengeluarkan udara dalam slang. Kemudian tutup kembali klem.
14.  Dengan perlahan, regangkan bokong dan cari letak anus. Instrusikan klien untuk rileks dengan menghembuskan nafas pada perlahan melalui mulut.
Dengan mengembuskan napas, relaksasi sfingter anus eksternal akan meningkat.
15.  Masukkan ujung slang rectal secara perlahan dengan mengarahkanny ke umbilicus klien. Panjang insersi beragam ; 7,4-10 cm untuk orang dewasa, 5-7,5 cm untuk anak-anak, dan 2,5-3,25 cm untuk bayi. Tarik slang dengan segera, jika ditemukan obstruksi.
Insersia hati-hati mencegah trauma pada mukosa rectal akibat penusukan slang secara tidak sengaja pada dinding. Insersi yang melebihi batas dapat menyebabkan perforasi usus.
16.  Terus pegang slang sampai pengisian cairan berakhir.
Kontraksi otot dapat menyebabkan ekspultasi rectal.
17.  Buka klem pengatur dan biarkan larutan masuk dengan perlahan dengan wadah pada setinngi pinggul klien.
Penginfusan cepat dapat merangsang evakuasi dini, sebelum volume yang cukup dapat diinfuskan.
18.  Naikkan wadah secara perlahan sampai pada ketinggian diatas anus (30-45 cm untuk ketinggian enema tinggi, 30 cm untuk enema rendah, dan 7,5 cm untuk bayi). Waktu pengaliran sesuai dengan pemberian volume larutan (missal,1 liter dalam 10 menit).
Memungkinkan penginfusan perlahan terus-menerus, sebelum volume yang cukup diinfuskan. Jika wadah dinaikkan terlalu tinggi, tetesan infuse akan cepat dan memungkinkan akan nyeri akibat detensi kolon.
19.  Rendahkan wadah atau klem slang selama 30 detik, kemudian alirkan kembali secara lebih lambat jika klien mengeluh kram.
Penghentian sementara penginfusan adalah untk mencegah kram. Kram dapat menghambat klien menaahan semua cairan.
20.  Klem slang setelah semua larutan dialirkan.
Mencegah masuknya udara kedalalm rectum.
21.  letakkan lapisan tisu toilet disekitar slang pada anus dan dengan perlahan tarik slang.
Memberikan kenyamanan pada klien dan kebersihan.
22.  Jelaskan pada klien bahwa prasaan distensi adalah normal. Minta klien untuk menahan larutan selama mungkin saat berbaring ditempat tidur (untuk bayi atau anak kaci, dengan perlahan pegang kedua sisi pantat selama beberapa menit).
Larutan akan mendesak usus. Lamanya retensi beragam dengan tipe enema dan kemampuan klien untuk mengontruksi sfingter ani. Makin ditahan, perangsangan peristaltic dan defakasi akan lebih efektif (bayi dan anak-anak mempunyai control sfingter yang buruk).
23.  Bereskan wadah enema dan sleng pada tempat yang telah disediakan atau cuci secara menyeluruh dengan air hangat dan sabun bila akan digunakan ulang.
Mengontrol transmisi mikro organisme.
24.  Lepaskan sarung tangan dengan cara menariknya hingga terbalik dan taruh ke dalam wadah yang telah disediakan.
Posisi jongkok normal meningkatkan defakasi.
25.  Bantu klien ke kamar mandi atau mengatur posisi pispot.
Posisi jongkok normal meningkatkan defakasi.
26.  Observasi feses dan larutan (peringatkan klien agar jaringan menyiram toilet sebelum perawat menginspeksi).
Jika enema diinstruksikan ”sampai bersih”, penting untuk mengobservasi isi larutan yang dikeluarkan.
27.  Bantu klien sesuai kebutuhan untuk mencuci area anal dengan air hangat dan sabun.
Isi fases dapat mengiritasi kulit. Kebersihan meningkatkan kenyamanan klien.
28.  Cuci tangan anda catat hasil enema pada catatan perawat.
  1. b. Penatalaksanaan huknah gliserin :
  2. Jelaskan tujuan dan proseedur pelaksaan.
  3. Pasang sampiran.
  4. Pasang selimut mandi dan tarik selimut tidur.
  5. Lepas pakaian bagian bawah.
  6. Atur posisi pasien.
-          Dewasa : miring kekiri dengan lutut kanan fleksi
-          Bayi dan anak : rekumben dorsal dibawahnya diberi pispot
  1. Pasang alat dan perlaknya.
  2. Teteskan gliserin pada punggung tangan untuk memeriksa kehangatan kemudian tuangkan mangkok kecil.
  3. Isi spuit gliserin 10 – 20 cc dan keluarkan udara.
  4. Setelah pasien berada pada posisi miring, tangan kiri dan kanan mendorong pantat ke atas sambil memasukkan spuit perlahan-lahan hingga rectum.
10.  Masukkan spuit gliserin 7-10 cm untuk orang dewasa dan 5-7,5 cm untuk anak serta 2,5-3,75 cm untuk bayi.
11.  Masukkan gliserin perlahan-lahan sambil menganjurkan pasien untuk menarik napas panjang dan dalam.
12.  Cabut spuit dan letakkan dalam bengkok.
13.  Bantu pasien BAB
-          Bantu pasien ke toilet untuk pasien yang bisa ke toilet
-          Untuk pasien dengan keadaan umum yang lemah dengan tirah baring, pasang pispot
14.  Ambil pispot
15.  Bersihkan daerah perianal pada pasien yang buang air besar pada pispot.
-          Bersihkan dengan tisu
-          Ambil waslap dan bersihkan dengan air sabun pada daerah perianal
-          Bilas dengan air bersih
-          Keringkan dengan handuk
16.  Tarik alas dan perlak.
17.  Ganti selimut mandi dan selimut tidur.
18.  Bantu pasien mengenakan pakaian bawah.
19.  Buka sampiran .
20.  Rapikan alat kemudian cuci tangan.
21.  Dokumentasikan warna dan konsistensi fases, adanya distensi abdomen.
  1. c. Penatalaksanaan enema dengan unit sekali pakai (enema retensi minyak).
  2. Ikuti langkah 1 sampai 5 ”slang rectal dengan wadah enema”.
  3. Letakkan pispot dekat tempat tidur.
Agar mudah untuk diambil bila klien tidak mampu menahan enema
  1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
Mengurangi transmisi mikroorganisme
  1. Kenakan sarung tangan sekali pakai.
Menurunkan transmisi mikroorganisme dari feses
  1. Lepaskan kap plastik dari ujung rectal. Meskipun ujung sudah berpelumas, jeli tambahan dapat diberikan sesuai kebutuhan.
Pelumas memudahkan insersi slang rectal tanpa menyebabkan iritasi atau trauma pada rectal
  1. Dengan perlahan, regangkan bokong dan cari letak anus. Instruksikan klien untuk rileks dengan menghembuskan napas pada perlahan melalui mulut.
Dengan mengembuskan napas, relaksasi sfingter anus eksternal akan meningkat
  1. Masukan ujung botol secara perlahan kedalam rectum. Masuknya sejauh 7,5 – 9 cm untuk orang dewasa (anak-anak dan bayi biasanya tidak mendapat enema hipertonik perkemasan).
Insersi perlahan mencegah trauma pada mukosa rectal
  1. Peras botol sampai semua larutan telah masuk rectum dan kolon. (kebanyakan botol mengandung kurang lebih 250ml larutan).
Larutan hipertonik memrlukan hanya sedikit volume untuk merangsang defekasi
  1. Ikuti langkah 20 sampai 27 ”slang rectal dengan wadah enema sebelumnya”
(kusyati,eni.2006)
  1. d. Penatalaksanaan Enema bilas harris (enema arus balik)
  2. Jelaskan tujuan dan prosedur kepada klien.
  3. Pasang sampiran.
  4. Tuanglah larutan kedalam wadah plastik dan tutupi wadah tersebut. Bawa Troli kesisi tempat tidur.
  5. Letakkan perlak dibwah pasien.
  6. Tempatkan pelumas diatas tisu. Oleskan pelumas tersebut pada ujung slang enema.
  7. Alirkan sedikit air didalam slang untuk mengeluarkan udara.
  8. Pakai sarung tangan.
  9. Masukkan slang ke dalam rectum sepanjang 10 cm.
  10. Lakukan bilas harris sebagai berikut untuk mempengaruhi peristaltik :
-          Buka klem, naikkan kaleng irigasi setinggi 30 – 45 cm diatas panggul pasien alirkan 200 ml cairan di atas rectum.
-          Turunkan kaleng irigasi sekitar 30 cm dibawah tempat tidur dan biarkan air mengalir keluar dari rectum ke dalam kaleng.
10.  Lanjutkan prosedur gas keluar. Jika semua cairan telah kembali ke luar, klem slang tersebut dan amgkat.
11.  angkat penutup tempat tidut.
12.  Kembalikan troli ke ruang peralatan. Buang isi kaleng, bersihkan peralatan pada enema biasa. Lepas sarung tangan dan buang dengan benar.
13.  Dokumentasikan waktu adanya distensi abdomen dan reaksi pasien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
  1. Penggunaan enema yang tidak benar dapat menyebabkan terganggunyakeseimbangan elektrolit tubuh.
  2. Pemberian enema berulang dapat membuat perlakuan pada jaringan kolon.
  3. Tindakan enema tidak dapat diberikan selagi adanya nyeri perut yang belum dikethui penyebabnya.
  4. Peristaltik usus dapat menyebabkan peradangan apendiks hingga pecahnya apendiks.
(Perry,peterson,potter.2005)
  1. 3. Evaluasi.
    1. Menetapkan waktu yang teratur untuk defakasi.
    2. Berpartisipasi dalam program latiahan yang teratur.
    3. Memakan makanan sesuai dengan diet yang ditentukan.
    4. BAB dengan nyaman dan lancar.
    5. Minum ± 2000ml cairan / hari.
    6. Tidak terjadi defakasi pada saat dilakukan tindakan operasi.
    7. Sukses pada pemeriksaan diagnostic radiologi.
Diversi Usus
Penyakit tertentu menyebabkan kondisi – kondisi yang mencegah pengeluaran fases secara normal dari rectum. Hal ini menimbulkan suatu kebutuhan untuk membentuk suatu lubang (stoma) buatan yang permanen / sementara. Lubang yang dibuat melalui upaya bedah (ustomi) paling sering dibentuk di ileum (ileustumi) atau dikolon (kolostomi). Ujung usus kemudian ditarik kesebuah lubang didinding abdomen untuk membentuk stoma. Bergantung pada tipe prosedur bedah yang dilakukan. Jenis stoma yang dibentuk ada dua yakni klien tidak akan memiliki control terhadap materi fases yang keluar dari stoma (istomi inkontinen) atau klien memiliki control terhadap pengeluaran fases (ostomi kontinen). Untuk ostomi inkontinen, stoma ditutupi dengan sebuah kantung (dilekatkan) atau apa yang klien sebut sebagai “sebuah kantung” untuk mengumpulkan materi fases.
-          Ostomi inkontinen  adalah sebuah ileostomi merupakan jalan pintas keluarnya fases sehingga fases tidak melalui seluruh bagian usus besar. Akibatnya fases keluar lebih sering dan cair juga terjadi pada kolostomi di kolon asinden. Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis dan kondisi umum klien. Terdapat 3 jenis bentuk kolostomi :
  1. Loop Colostomy biasanya dilakukan dalam kondisi kedaruratan medis yang nantinya kolostomi tersebut akan ditutup. Jenis kolostomi ini biasanya mempunyai stoma yang berukuran besar, dibentuk dikolon transversal dan bersifat sementara.
  2. End Colostomy terdiri dari satu stoma, yang dibentuk dari ujung proksimal usus dengan bagian distal saluran GL dapat dibuang atau dijahit tertutup (disebut kantung Hartmann) dan dibiarkan didalam rongga abdomen. Pada banyak klien, end colostomy merupakan hasil terapi bedah pada kanker kolorektal. Pada kasus tersebut, rectum juga mungkin dibuang. Klien yang menderita divertikulitis dan ditangani melalui upaya bedah sering kali menjalani end colostomy yang bersifat sementara.
  3. Tidak seperti loop colostomy, usus dipotong melalui pemebdahan kedalam bentuk double barrel colostomy dan kedua ujungnya ditarik keatas abdomen. Duble barrel colostomy terdiri dari dua stoma yang berbeda. stoma proksimal ynag berfungsi dan stoma distal yang tidak berfungsi.
Ostomi yang sering mengeluarkan fases cair (mis ileostomi) menciptkan suatu tantangan dalam perawatannya.
-          Ostomi kontinen ini juga disebut diversi kontinen atau reservoar kontinen. Pada sebuah prosedur yang disebut ilenoal pull-trough, kolon diangkat dan ileum dianastomosis atau disambungkan ke sfingter anus yang utuh (Corman,1989;Dalton-loehner dan Connor,1989) tidak setiap klien yang menjalani kolektomi merupakan kandidak yang dilakukan prosedur ini untuk menentukan kriteria  pilihan, dibutuhkan koordinasi yang baik antara klien dan ahli bedah.
Ileostomi kontinen kock adalah tipe ostomi kontinen lain yang baru (Rolstad dan Hoyman,1992). Pada prosedur ini reservoar atau kantung internal dibentuk dari potongan usus halus klien. Bagian kantung ditarik keluar andomen klien sebagai sebuah stoma internal. Tidak seperti stoma ostomi lainnya, stoma eksternal dari ileostomi kontinenkock biasanya terletak sangat rendah pada abdomen klien. Biasanya dibawah garis celana dalam klien. Pada bagian ujung kantung internal terdapat tonjolan katup satu arah yang memungkinkan pencapaian kontinensia. Katup ini hanya memungkinkan isi fases keluar dari kantung jika kateter eksterna ditempatkan kedalam stoma secara intermiten karena kantung fases  yang dikeluarkan dari kantung kock jika di intubasi dengan kateter, tidak seperti individu lain yang menggunakan ostomi.
Melakukan Perawatan Stoma Rutin (Colostomy)
Alat dan Bahan :
  • o Kantong Colostomy
  • o Bak instumen, terdiri atas :
-          pinset anatomi
-          pinset cirugis
-          kom kecil
-          gunting
  • o Kapas
  • o Kasa steril
  • o NaCl
  • o Zink salp bila diperlukan
  • o Sarung tangan
  • o Bengkok
  • o Perlak
  • o Kantong plastic dan tempat sampah
Prosedur Pelaksanaan :
  1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
  2. Dekatkan alat kedekat pasien.
  3. Pasang tirai atau sketsel untuk menjaga privasi pasien.
  4. Ganti selimut tempat tidur dengan selimut mandi.
  5. Mengatur posisi pasien ( supinasi ).
  6. Pasang perlak disisi kanan atau kiri sesuai letak stoma.
  7. Letakkan bengkok didekat klien.
  8. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
  9. Mengobservasi produksi stoma ( warna dan konsistensinya ).
10.  Membuka kantong kolostomy perlahan dengan menggunakan pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien. Buang kantong kolostomi pada kantong plastik yang sudah tersedia.
11.  Membersihkan dengan perlahan daerah disekitar stoma dengan tisu toilet menggunakan NaCl atau air hangat, hindari terjadinya pendarahan.
12.  Mengeringkan kulit sekitar stoma dengan kasa steril.
13.  observasi stoma dan kulit disekitar stoma.
14.  Memberikan salep jika terjadi iritasi pada kulit sekitar stoma.
15.  Mengukur kantong stoma dan membuat kantong kolostomy sesuai ukuran stoma.
16.  masukkan stoma melalui lobang kantong kolostomy.
17.  Lepas dan buang sarung tangan dengan tepat.
18.  Ganti selimut mandi dengan selimut tempat tidur buat pasien merasa nyaman
19.  Bereskan peralatan.
20.  Cuci tangan
21.  dokumentasikan.
Perawatan Pasien Ileostomi
Ileostomi adalah bukaan buatan permanent pada ileum, seperti pada kolostomi, bukaan atau stoma berada dipermukaan dinding abdomen. Drainese dari ileum berbentuk cair dan mengandung enzim pencernaan.
Perawatan pasien ileostomi mempunyai beberapa kesamaan dan beberapa dengan perawatan pasien kolostomi.
-          Perawatan pasien dengan ileostomi baru dilakukan oleh erawat yang berpengalaman.
-          Perawatan rutin dapat dilakukan oelh osisten keperawatan.
-          Drainese / keluaran bersifat sangat iritatif pada kulit, sehingga perawatan kulit disekitar stoma sangatlah diperlukan.
-          Kesesuaian ukuran cincin ileostomi merupakan hal yang penting agar tidak terjadi kebocoran.
Adapun gambar seperti berikut :
Perawatan Rutin Ileostomi (Pasien berada ditempat tidur)
  1. Lakukan semua tindakan awal prosedur.
  2. Ingatlah untuk mencuci tangan anda, mengidentifikasi pasien dan memberi privasi.
  3. Siapkan peralatan yang diperlukan.
-          Baskom berisi air hangat
-          Perlak
-          Selimut mandi
-          Bedpan
-          Sarung tangan sekali pakai
-          Appliance (kantong) baru dan sabuk
-          Klem kantong
-          Peralut yang diserapkan & pipet
-          Bola kapas
-          Deodoran
-          Zat pembersih
-          Cincin karaya
-          Kasa segi empat 4×4
-          Tisu toilet
-          Handuk kertas
  1. Pasang penghalang tempat tidur untuk keselamatan. Tinggikan kepala tempat tidur danbantu pasien untuk miring kearah anda.
  2. Ganti selimut tempat tidur dengan selimut mandi.
  3. Letakkan perlak dibawah pasien.
  4. Pakai sarung tangan sekali pakai
  5. Letakkan bedpan diatas perlak dibelakang pasien.
  6. Letakkan ujung kantong ileostomi didalam bedpan. Buka klem dan biarkan keluar. Catat jumlah dan karakter drainase.
  7. Bersihkan ujung kantong drainase dengan tisu toilet dan keluarkan isinya. Letakkan tisu didalam bedpan, tutupi bedpan.
  8. Lepaskan sabuk dari kantongnya dan lepaskan dari tubuh pasien.taruh diatas handuk kertas
  9. Dengan pipet, teteskan sedikit pelarut disekitar cincin kantong. Pelarut ini akan melonggarkannya sehingga dapat dilepas. Tunggu beberapa detik jangan paksakan melepas kantong tsb.
  10. Tutup stoms dengan kasa.
-          Inspeksi kulit disekitar stoma dengan cermat
-          Jika daerah tersebut mengalami iritasi atau luka tutupi pasien dengan selimut mandi, pasang penghalang tempat tidur dan turunkan tempat tidur
-          Lepas sarung tangan dan buang dengan tepat
-          Cuci tangan anda
-          Laporkan pada perawat untuk meminta instruksi.
  1. Dengan hati –hati bersihkan dearah sekitar stoma dengan bola kapas. Gunakan larutan pembersih yang direkomendasikan, keringkan dengan perlahan.
  2. Angkat kasa dari stoma dan letakkan diatas handuk kertas.
  3. jika kantong yang digunakan memakai cincin karaya, basahi cincin tersebut, biarkan menjadi lengket dan pasang pada stoma. Jika kantong tersebut mengunakan strip perekat berlapis kertas disekitar bukaan stoma, lepaskan bagian kertasnya dan pasang disekeliling stoma.
  4. Klem kantong tersebut, tambahkan deodoran dan pasang cincinnya
  5. Atur letak sabuk mengelilingi tubuh pasien dan sambungkan dengan kantongnya.
  6. Ambil bedpan yang tertutup dan letakkan diatas kursi diatas handuk kertas
  7. Angkat perlak dan letakkan diatas bedpan.
-          Periksa sprei bagian bawah untuk memastikan bahwa bagian tersebut dalam keadaan kering
-          Ganti jika perlu.
  1. Ganti selimut mandi dengan selimut tempat tidur
  2. Kumpulkan peralatan yang kotor dan bedpan
-          Bawa keruang peralatan
-          Buang sesuai ketentuan yang berlaku
-          Jika sabuk dan kantongnya dapat digunakan kmbali, cuci dan biarkan mongering.
  1. Kosongkan, cuci dan keringkan bedpan, kembali kekamar pasien.
  2. Lepas dan buang sarung tangan dengan tepat.
  3. Lakukan semua tindakan penyelesaian prosedur. Ingatlah untuk mencuci tangan anda, melaporkan penyelesaian tugas, dan mendokumentasikan  tanggal, waktu, perawatan ileostomi, karakter dan jumlah drainase yang keluar dan raeksi pasien.
PERAWATAN RUTIN ILEOSTOMI  (di kamar mandi)
  1. Lakukan semua tindakan awal prosedur
  2. Ingatlah untuk mencuci tangan anda, mengidentifikasi pasien, dan memberi privasi.
  3. Siapkan peralatan yang diperlukan :
Sarung tangan sekali pakai
Kantong (appliance) baru dan sabuk pengikatnya.
Selimut mandi
Klem kantong
Bola kapas
Pelarut dan pipet
Deodoran
Zat pembersih
Cincin karaya
Kasa segi empat 4 x 4
Handuk kertas
  1. Bawa peralatan ke kamar mandi pasien
  2. Bantu pasien memakai sandal dan mantel mandinya
  3. Bantu pasien ke kamar mandi. Posisikan ke toilet
  4. Letakkan selimut mandi di atas kaki pasien. Naikkan baju dan gulung sampai ke pinggang, buka kantongnya. Beritahu pasien untuk membuka kakinya.
  5. Pakai sarung tangan. Buka kantong ileostomi, arahkan ke toilet
  6. Dengan pipet teteskan sedikit pelarut disekitar cincin karaya untuk melonggarkan dari kulit. Jangan menekan kulit untuk melepaskan cincin
  7. Tutupi stoma dengan spons kasa untuk mengumpulkan drainase.
  8. Bersihkan daerah sekitar stoma dengan bola kapas serta air hangat dan sabun atau zat pembersih (jika daerah kulit luka, tanyakan padad perawat tentang instrusinya). Tepuk-tepuk hinnga kering daerah tersebut
  9. Angkat kasa dari stoma dan letakkan pada handuk kertas
  10. Jika kantong yang digunakan memakai cincin karaya, biarkan cincin tersebut menjadi lengket dan tempelkan pada stoma. Jika kantong memakai strip adesif bertutup kertas, lepaskan kertas tersebut dan tempelkan disekeliling stoma.
  11. Klem kantong tersebut dan pasang pada cincinnya
  12. Lepas dan buang sarung tangan dengan benar
  13. Atur sabuk pengikat yang bersih disekeliling tubuh pasien dan sambungkan dengan kantongnya
  14. Angkat selimut mandi dan bantu pasien untuk mencuci tangan dan kembali ke tempat tidur.
  15. Bersihkan kamar mandi pasien. Cuci sabuk pengikat dan peralatan jika dapat digunakan kembali, dan biarkan sampai kering
  16. Lakukan semua tindakan penyelesaian prosedur. Ingatlah untuk mencuci tangan anda, melaporkan penyelesaian tugas, dan mendokumentasikan tanggal, waktu perawatan ileostomi, tipe dan jumlah drainase yang keluar, dan reaksi pasien.

BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Dalam menangani masalah eliminasi alvi,perawat harus memahami eliminasi normal dan faktor faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi asuhan keperawatan yang mendukung akan menghormati dan kebutuhan  emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa ketidaknyamanan. Dampak yang dapat terjadi akibat dari gangguan sistem gastrointestinal sangatlah beragam mulai dari konstipasi,diare,inkontinensia usus, dan hemoroid fecal infektion.
Enema atau huknah diberikan tujuannya adalah untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltik. Penyakit tertentu menyebabkan kondisi – kondisi yang mencegah pengeluaran fases secara normal dari rectum, sehingga menyebabkan membuat suatu lubang dibagian usus, tepatnya didaerah kolon,seperti kolon asenden, traversum, desenden.
Dalam melakukan perawatan pada masalah diatas diperlukan pemahaman dalam melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang telah ada dan perawatan yang rutin.
DAFTAR PUSTAKA
Perry,potter.2005.Fundamental Keperawatan.Eds 4 jakarta : EGC
Perry,Peterson,Potter.2005. Keterampilan dan Prosedur Dasar.Eds 5 jakarta : EGC
Kusyati,eni.2006,Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar.jakarta : EGC
Admin.(2008).k2_Nurse: http://blogs.unpad.ac.id/k2_nurse
Dedis.2008.Intervensi keperawatan://http://amazing-care.blogspot.com
Donie.2008.enema:http://id.wikipedia.org
www:http://images.google.co.id/imgres